Cara Menggunakan Pestisida Dengan Benar

Prinsip Penggunaan Pestisida Pertanian

Penggunaan pestisida pertanian berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi pengguna, konsumen, lingkungan, serta dampak sosial ekonomi. Oleh karena itu, penggunaan pestisida harus dilakukan secara hati-hati. Tujuan penggunaan pestisida harus ditekankan untuk menurunkan populasi hama, menghentikan serangan penyakit, dan mengendalikan gulma agar keberadaannya tidak menyebabkan kerugian ekonomis atau bisa menekan kehilangan hasil.
Pestisida tidak dimaksudkan untuk menaikkan produksi tanaman, tidak pula untuk menyuburkan tanaman. Jika produksi tanaman yang diperlakukan dengan pestisida lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberi pestisida, hal tersebut merupakan konsekuensi logis. Sebagai contoh, jika petak yang tidak mendapatkan aplikasi pestisida sebagian hasilnya hilang karena dirusak OPT, petak yang mendapatkan aplikasi pestisida mengeluarkan hasil yang normal.
Memang ada beberapa bahan aktif pestisida memiliki efek fitotonik (menghijaukan tanaman) seperti pada beberapa senyawa triazole. Namun, efek-efek ini harus dianggap sebagai efek samping saja, bukan tujuan utama penggunaan pestisida.
Untuk menghindari atau menekan hal-hal yang tidak diinginkan, penggunaan pestisida pertanian sebaiknya memerhatikan tiga prinsip berikut.
1 . Digunakan secara Legal Dalam hal ini, penggunaan pestisida tidak boleh bertentangan dengan peraturan atau perundangan yang berlaku di Indonesia.
2. Digunakan secara Benar Penggunaan pestisida harus disesuaikan dengan rekomendasi dari pembuatnyaatau lembaga lainyangberwenang. Selain itu, pengguna juga harus memerhatikan syarat-syarat teknis sesuai dengan metode aplikasi yang digunakan. Dengan demikian, pestisida yang digunakan mampu menampilkan efikasi biologisnya yang optimal. Efikasi biologis (biological efficacy) adalah kemampuan pestisida untuk mengendalikan OPT sasaran seperti yang dicantumkan dalam label atau petunjuk penggunaannya. Penggunaan secara benar bertujuan untuk mengefektifkan kerja pestisida.
3. Digunakan secara Bijaksana Penggunaan pestisida harus sesuai dengan tujuan utamanya, yaitu mengendalikan OPT. Penggunaan pestisida yang bijaksana adalah penggunaan pestisida yang lebih rasional, lebih mengedepankan akal sehat daripada emosi. Dalam pelaksanaannya, pengguna perlu memerhatikan hal-hal berikut. Penggunaan pestisida yang bijaksana tidak berdampak negatif bagi keselamatan pengguna, konsumen, dan kelestarian lingkungan. Penggunaan pestisida yang bijaksana sejalan dengan konsep pengendalian hama terpadu (PHT).
— Penggunaan pestisida yang bijaksana seharusnya mengikutsertakan manajemen resistensi untuk mencegah atau menunda terjadinya resistensi OPT terhadap pestisida.
— Penggunaan pestisida yang bijaksana juga berarti penggunaan pestisida yang tidak berlebihan dan ekonomis.
x
x

Pestisida Alami

Pestisida Secara harfiah, 'pestisida* berarti pembunuh hama (pest. hama dan cide:
membunuh).





Berdasarkan SK Menteri Pertanian RI Nomor. 434. 1/Kpts/TP.2 70/7/2001, tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Pestisida, yang dimaksud dengan pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk beberapa tujuan berikut.
1 . Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman, atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan.
3. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan.
4. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman (tetapi tidak termasuk dalam golongan pupuk).
5. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan piaraan dan ternak.
6. Memberantas hama-hama air.
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan, dan dalam alat-alat pengangkutan.
8. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang bisa menyebabkan penyakit pada manusia.

Sementara itu, The United States Environmental Control Act mendefinisikan pestisida sebagai berikut.
1 . Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.
2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.
Dari batasan tersebut, terlihat bahwa pengertian pestisida sangat luas dan mencakup produk-produk yang digunakan di bidang pengelolaan tanaman (pertanian, perkebunan, kehutanan); peternakan; kesehatan hewan; perikanan; penyimpanan hasil pertanian; pengawetan hasil hutan; kesehatan masyarakat (termasuk pengendalian vektor penyakit manusia); bangunan (khususnya pengendalian rayap); pestisida rumah tangga; fumigasi; serta pestisida industri.
Secara khusus, pestisida yang digunakan di bidang pengelelaan tanaman disebut produk perlindungan tanaman (crop protection products, crop protection agents) atau pestisida pertanian. Penyebutan ini dimaksudkan untuk membedakan jenis pestisida tersebut dengan pestisida yang digunakan di bidang lain.
Pada kenyataannya, tidak semua pestisida bekerja dengan cara membunuh organisme sasarannya.
Sebagai contoh, atraktan (penarik), repelen (pengusir), dan plantgrowth regulator (zat pengatur tumbuh / ZPT). Oleh sebab itu, istilah produk perlindungan tanaman juga digunakan di kalangan industri pestisida untuk menghindari istilah pestisida yang berkonotasi *bahan pembunuh*. Oleh karena istilah pestisida resmi digunakan dalam peraturan dan perundangan, penggunaan istilah pestisida dan produk perlindungan tanaman dalam buku ini digunakan secara bergantian dengan maksud yang sama.
Sebagai produk perlindungan tanaman, pestisida pertanian meliputi semua zat kimia, campuran zat kimia, atau bahan- bahan lain (ekstrak tumbuhan, mikroorganisme, dan hasil fermentasi) yang digunakan untuk keperluan berikut.
1. Mengendalikan atau membunuh organisme pengganggu tanaman (OPT). Sebagai contoh insektisida, akarisida, fungisida, nematisida, moluskisida, dan herbisida.
2. Mengatur pertumbuhan tanaman, dalam arti merangsang atau menghambat pertumbuhan dan mengeringkan tanaman. Sebagai contoh zat pengatur tumbuh, defoliant (senyawa kimia untuk merontokkan daun), dan dessicant (senyawa untuk mengeringkan daun).
B. Klasifikasi Pestisida
Berdasarkan Organisme Sasaran
Gangguan pada tanaman bisa disebabkan oleh faktor abiotik maupun biotik. Faktor abiotik di antaranya keadaan tanah (struktur tanah, kesuburan tanah, kekurangan unsur hara); tata air (kekurangan, kelebihan air, dan pencemaran air); keadaan udara (pencemaran udara); dan faktor iklim. Gangguan ini bisa diatasi dengan tindakan pengoreksian. Sebagai contoh, kekurangan unsur bisa dikoreksi dengan penambahan jumlah unsur yang kurang. Gangguan karena faktor abiotik tidak bisa dikoreksi dengan penggunaan pestisida.
Sementara itu, faktor biotik (makhluk hidup) yang menyebabkan gangguan pada tanaman disebut dengan istilah organisme pengganggu tanaman (OPT).
Dalam pengertian sehari-hari, OPT dibagi menjadi tiga kelompok berikut.
1. Hama (serangga, tungau, hewan menyusui, burung, dan moluska).
2. Penyakit (jamur, bakteri, virus, dan nematoda).
3. Gulma atau tumbuhan pengganggu. Siput pada daun tomat
Gangguan yang disebabkan oleh OPT inilah yang bisa dikendalikan dengan pestisida. Berdasarkan OPT sasarannya, pestisida dikelompokkan menjadi beberapa jenis berikut.
1. Insektisida, yang digunakan untuk mengendalikan hama berupa serangga. Kelompok insektisida dibedakan menjadi dua, yaitu ovisida (mengendalikan telur serangga) dan larvisida (mengendalikan larva serangga).
2. Akarisida, yang digunakan untuk mengendalikan akarina (tungau atau mites).
3. Moluskisida, yang digunakan untuk mengendalikan hama dari bangsa siput (moluska).
4. Rodentisida, yang digunakan untuk mengendalikan hewan pengerat (tikus).
5. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda.
6. Fungisida, digunakan untuk mengendalikan penyakittanaman yang disebabkan oleh cendawan (jamur atau fungi).
7. Bakterisida, digunakan untuk mengendalikan penyakit tanaman yang disebabkan oleh bakteri.
8. Herbisida, digunakan untuk mengendalikan gulma (tumbuhan pengganggu).
9. Algisida, digunakan untuk mengendalikan ganggang (algae).
10. Piskisida, digunakan untuk mengendalikan ikan buas.
11. Avisida, digunakan untuk meracuni burung perusak hasil pertanian.
12. Repelen, pestisida yang tidak bersifat membunuh, hanya mengusir hama.
13. Atraktan, digunakan untuk menarik atau mengumpulkan serangga.
14. ZPT, digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman yang efeknya bisa memacu pertumbuhan atau menekan pertumbuhan.
15. Plant activator, digunakan untuk merangsang timbulnya kekebalan tumbuhan sehingga tahan terhadap penyakit tertentu.
[IMG]
Penyakit busuk daun (Phytophthora infestans) pada tomat
Pengetahuan tentang pengelompokan pestisida berdasarkan jasad sasarannya ini sangat penting sebagai pengetahuan dasar untuk memilih pestisida yang tepat.
Pemilihan pestisida yang tepat harus didasari dengan pengetahuan dalam membedakan penyebab gangguan seperti hama, penyakit, gulma, atau pengganggu lainnya.
Tentu tidak ada gunanya jika kita menggunakan ungisida untuk mengendalikan hama berupa serangga. Begitu juga, sama mubazirnya jika menggunakan insektisida untuk mengatasi gangguan karena jamur.
B. Dampak Penggunaan Pestisida
Pertanian Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia, atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida itu bersifat racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun itulah pestisida dibuat, dijual, dan digunakan untuk meracuni OPT. Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif.
Beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Dampak Bagi Keselamatan Pengguna Penggunaan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan.
Dalam hal ini, keracunan bisa dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keracunan akut ringan, akut berat, dan kronis.
Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, dan diare. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas, keluar air liur, pupil mata mengecil, dan denyut nadi meningkat.
Selanjutnya, keracunan yang sangat berat dapat mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, keracunan kronis dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan.
Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida di antaranya iritasi mata dan kulit; kanker; keguguran; cacat pada bayi; serta gangguan saraf, hati, ginjal, dan pernapasan. Namun, ada kalanya klaim tersebut sulit dibuktikan secara pasti dan meyakinkan.
b. Dampak Bagi Konsumen
Dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis yang tidak segera terasa. Namun, dalam jangka waktu lama mungkin bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal konsumen mengonsumsi produk pertanian yang mengandung residu dalam jumlah besar.
c. Dampak Bagi Kelestarian
Lingkungan Dampak penggunaan pestisida bagi lingkungan bisa dikelompokkan menjadi dua kategori.
1. Bagi Lingkungan Umum
— Pencemaran lingkungan (air, tanah, dan udara).
— Terbunuhnya organisme non-target karena terpapar secara langsung.
— Terbunuhnya organisme non-target karena pestisida memasuki rantai makanan.
— Menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme melalui rantai makanan (bioakumulasi).
— Pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama), konsentrasi pestisida dalam tingkat trofik rantai makanan semakin ke atas akan semakin tinggi (biomagnifikasi). Penyederhanaan rantai makanan alami.
— Penyederhanaan keragaman hayati. — Menimbulkan efek negatif terhadap manusia secara tidak langsung melalui rantai makanan.
2. Bagi Lingkungan Pertanian (Agro-ekosistem) OPT menjadi kebal terhadap suatu pestisida (timbul resistensi OPT terhadap pestisida).
— Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida (resurjensi hama).
— Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak penting maupun hama yang sama sekali baru.
— Terbunuhnya musuh alami hama. Perubahan flora, khusus pada penggunaan herbisida.
— Fitotoksik (meracuni tanaman).
d. Dampak Sosial Ekonomi
— Penggunaan pestisida yang tidak terkendali menyebabkan biaya produksi menjadi tinggi.
— Timbulnya hambatan perdagangan, misalnya tidak bisa ekspor karena residu pestisida tinggi.
— Timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan hilangnya hari kerja jika terjadi keracunan.
— Publikasi negatif di media massa.
Dampak Penggunaan Pestisida Pertanian
1. Bagi Pengguna
- Keracunan
- Gangguan kesehatan
2. Bagi Konsumen
Gangguan kesehatan
3. Bagi Lingkungan
- Lingkungan Umum
   - Pencemaran lingkungan
   - Kematian organisme non target
    - Berkurangnya keragaman hayati
    - Fitotoksik
    - Suksesi Gulma
- Lingungan Pertanian
    - Resurjensi
    - Timbulnya hama lain
    - Kematian musuh alami
    - Sosial Ekonomi Usaha tani biaya tinggi Hambatan perdagangan Biaya sosial Publikasi negatif
Gambar 1 . Bagan dampak penggunaan pestisida pertanian
x
x

Obat Rayap Alami

Obat Rayap Alami merupakan bagian dari produk pestisida atau yang biasa dikenal dengan sebutan pembasmi hama banyak dijumpai dan digunakan di sekitar kita. Pestisida merupakan bahan yang terbuat dari ramuan tunggal atau ramuan majemuk yang digunakan untuk mengendalikan, mencegah dan membasmi hama. Secara umum, hama bisa diartikan sebagai organisme yang mengganggu. Organisme pengganggu bisa berupa rayap, tikus, burung, ikan, gulma atau mikrobia. 

Obat Rayap Alami
Obat Rayap Alami
Dewasa ini, pestisida yang banyak digunakan adalah jenis pestisida kimia. Namun, pestisida kimia memiliki dampak negatif terhadap lingkungan sehingga pemerintah mendorong penggunaan pestisida alami. Dorongan tersebut terlihat dengan dibuatnya kebijakan nasional dalam hal perlindungan tanaman melalui program Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Melalui program ini diharapkan masyarakat dan industri mengutamakan penggunaan dan pembuatan pestisida alami.

Pestisida alami terdiri dari dua jenis yaitu pestisida hewani dan pestisida nabati. Pestisida hewani dapat diartikan sebagai jenis pestisida yang berbahan dasar hewan. Sedangkan pestisida nabati adalah jenis pestisida yang bahan dasarnya dari tumbuhan.

Pestisida Hewani
Pestisida hewani yang sampai saat ini masih kerap dijumpai adalah pestisida yang terbuat dari urin sapi. Urin sapi bisa dimanfaatkan untuk mengendalikan hama dan penyakit pada tanaman padi sebagai ramuan tunggal maupun ramuan majemuk.

Ramuan tunggal artinya pembuatan pestisida tidak perlu menggunakan bahan lain, cukup urin sapi saja. Cara pembuatannya sangat sederhana, urin sapi hanya perlu diendapkan selama 2 minggu pada bak terbuka sehingga terpapar sinar matahari secara langsung. Kemudian encerkan urin yang telah diendapkan dengan air dengan perbandingan 1:6 sebelum siap disemprotkan pada tanaman padi.
Selain sebagai ramuan tunggal, urin sapi juga dapat dimanfaatkan sebagai ramuan majemuk. Urin sapi biasanya dicampur dengan daun mimba, daun tembakau, kunyit dan air.

Pestisida Nabati
Pestisida nabati dikategorikan sebagai pestisida biokimia karena sifatnya yang mengandung biotoksin. Pestisida yang terbuat dari tumbuhan ini bekerja dengan cara non toksik. Tumbuhan memiliki metabolit sekunder yang digunakan untuk mempertahankan diri dari serangan organisme pengganggu.

Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati adalah tumbuhan yang memiliki metabolit sekunder yang tinggi. Metabolit sekunder tersebut mengandung beribu-ribu senyawa bioaktif seperti terpenoid, alkaloid dan fenolik. Contoh tumbuhan yang bisa digunakan sebagai bahan pestisida alami diantaranya adalah akar hijau, blimbing wuluh, kemiri, kayu manis, mimba, nangke, pacar cina, daun pepaya dan masih banyak lagi yang lainnya.

Salah satu contoh pestisida nabati yang dapat digunakan untuk membasmi ulat dan hama penghisap adalah pestisida dari daun pepaya. 

Cara pembuatannya adalah sebagai berikut:

·1.Siapkan 1 kg daun pepaya yang baru dipetik kemudian rajang secara halus.
2.Rendam dengan 10 liter air hasil rajangan bersama dengan 2 sendok makan minyak tanah dan 30 gram detergen selama satu malam.
3.Saring hasil rendaman menggunakan kain halus.
4.Pestisida dari daun pepaya siap digunakan dengan cara disemprotkan.

Pestisida nabati mampu mencegah dan membasmi hama dengan prinsip kerja yang unik, yaitu:
·1.Menghambat proses reproduksi hama.
2.Merusak telur, larva dan pupa sehingga regenerasi hama menjadi terganggu.
·3.Membuat hama tidak nafsu makan.
·4.Menghambat proses pergantian kulit yang biasa terjadi pada serangga.

Secara umum, pestisida alami memiliki banyak keuntungan jika dibandingkan dengan pestisida kimia. Keuntungan tersebut diantaranya adalah:
1.Tidak berbahaya bagi lingkungan karena tidak bersifat meracuni.
2.Pestisida alami mampu diurai oleh alam dan residunya mudah hilang.
3.Bahan pembuatannya mudah ditemui di alam.
4.Cara pembuatannya relatif mudah.
5.Pengaplikasiannya mudah karena tinggal menyemprotkan secara merata kepada tanaman atau benda lain yang terserang hama.

Beberapa keuntungan pestisida alami membuat penanganan hama dengan pestisida jenis ini masih banyak dilakukan terutama di daerah pertanian. Selain murah dan mudah, pestisida alami juga tidak berbahaya bagi lingkungan dan efektif menangani hama.
Telah banyak studi menunjukkan bahwa pestisida alami tidak kalah efektif dengan pestisida kimia. Salah satu buktinya adalah hasil pertanian di Swedia tidak berkurang meski menggunakan pestisida alami. Sedangkan di Indonesia, penggunaan pestisida alami hanya mengurangi hasil panen sebesar 15% jika dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia.





https://api.whatsapp.com/send?phone=6281398588880&text=Hai%20Saya%20Mau%20Pesen Obat Rayap Alami...